Kaltim Green, Untuk Apa?

Kalimantan Timur adalah jantung wilayah "hijau" pulau Kalimantan, "The Heart of Borneo". Salah satu dari sedikit wilayah di dunia ini yang masih menyisakan hutan hujan tropis asli yang merupakan faktor penting dalam mereduksi polusi karbon menjadi udara bersih O2 bagi bumi kita tercinta. Perlu kita ketahui bahwa Presiden Republik Indonesia telah mencanangkan program nasional menurunkan emisi karbon sebanyak 26% dalam upaya antisipasi pemanasan global. Angka yag sangat tinggi. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat, kemudian juga harus ikut mendukung program nasional tersebut. Salah satunya dengan program Kaltim Green atau sering juga disebut Kaltim Hijau.

Gubernur Kaltim Awang Faroek mengatakan bahwa program Kaltim Green telah menjadi komitmen bersama masyarakat Kaltim dan telah disepakati bersama pada 7 Januari 2010 lalu pada acara Kaltim Summit. Kaltim Green disebut sebagai awal dari proses pelaksanaan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan (green development) dengan basis tata kelola pemerintahan yang berwawasan lingkungan (green governance).

Gubernur mengatakan bahwa masyarakat bisa dengan mudah ikut mendukung program ini, bisa berupa langkah antisipasi mencegah kebakaran hutan, mencegah atau tidak melakukan ilegal logging, melakukan penanaman kembali atau penghijauan, mengurangi penggunaan perangkat penghasil polusi sepeti kendaraan bermotor serta tindakan lainnya yang bisa menghemat energi tak terbarukan.

Selanjutnya, sebagai bagian dari program ini, Kaltim akan memiliki perangkat kebijakan dan action plan yang jelas tentang tata kelola pemerintahan, serta program-program pembangunan yang memberikan perlindungan sosial dan ekologis terhadap masyarakat Kalimantan Timur, serta memberikan jaminan jangka panjang terhadap keselamatan dan kesejahteraan masyarakat serta keberlanjutan lingkungan hidup.

Mudah-mudahan program ini tidak sekedar slogan semata, tetapi bisa betul-betul menjiwai kehidupan masyarakan Kaltim. Masyarakat Kaltim saat ini memiliki mentalitas yang menurut saya sangat parah dalam hal pelestarian lingkungan. Perlu banyak sekali inisiatif nyata yang terintegrasi agar "penjiwaan' ini tercapai. semoga Allah SWT memudahkan kita semua. Amin...

izin share ya.. sumber : http://madriyanto.blogspot.com/2010/12/kaltim-green-untuk-apa.html


Komentar : SEMOGA TIDAK HANYA JADI SLOGAN SAJA, BUKTIKAN kalau BATU BARA di Kalimantan TIMUR Membawa BERKAH bagi Warganya dan bukannya BENCANA.
Perlu KEJUJURAN semua PEMIMPIN KALTIM dan warganya.

Azif Rayani

Hari Hak Asasi Manusia “Kami Butuh Pangan, Bukan Tambang”

Keberadaan tambang batu bara yang menggerus lahan-lahan pertanian membuat Kalimantan merana. Kelaparan bisa menjadi masalah yang nyata dihadapi Kalimantan ketika tidak ada lagi lahan-lahan penghasil pangan.

Aktivis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengatakan ini saat menggelar aksi damai, simpatik, dan sarat makna guna memeringati Hari Hak Asasi Manusia di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Kota Samarinda, Jumat (10/12/2010) siang.

Menurut para aktivis itu, di Kalimantan telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terkait terancamnya ketahanan pangan oleh aktivitas pertambangan batu bara.

Koordinator Nasional Jatam Andre S Wijaya mengingatkan, di Kalimantan ada hampir 2.500 izin tambang batu bara. "Yang diperlukan adalah ketahanan pangan, bukan ketahanan tambang batu bara," katanya.

Aksi digelar secara simpatik dan unik. Aktivis menggelar aksi teatrikal yang menggambarkan rakyat berebut lahan dan pangan akibat lahan habis oleh tambang. Aktivis juga memasak ikan dan sayur yang malambangkan bahan makanan yang dihasilkan bumi Kalimantan tercemar tambang batu bara.

Merah Johansyah Ismail dari Jatam Kaltim mencontohkan di provinsi ini telah terbit 1.269 izin kuasa pertambangan batu bara dengan total luas lahan 3,2 juta hektar. Luasan itu jauh melebihi alokasi lahan untuk pertanian yang 2,4 juta hektar.

Maulidin dari Walhi Kalsel menambahkan, luas Kalsel 3,7 juta hektar, 3,1 juta hektar di antaranya telah habis untuk tambang, perkebunan, dan kehutanan. "Lahan untuk rakyat kurang dari 600.000 hektar. Bagaimana mungkin ada ketahanan pangan?" katanya.

Para aktivis mengajukan pertanyaan renungan mengapa pemerintah provinsi mendahulukan kepentingan investasi tambang yang berdaya rusak besar daripada menjamin pemenuhan pangan warganya?

"Apakah pemerintah akan menyuruh warganya untuk mengunyah batu bara, bukan lagi makanan?," pungkas Merah Johansyah. (kompas.com)

http://www.majalahpotretindonesia.com/index.php?option=com_content&view=article&id=905:hari-hak-asasi-manusia-kami-butuh-pangan-bukan-tambang&catid=81:nasional&Itemid=458

Powered by Blogger